I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ikan Bawal merupakan
jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan memanjang pipih kesamping dan lunak.
Ikan Bawal sudah dipelihara sejak tahun 475 sebelum masehi di Cina. Di
Indonesia ikan Bawal mulai dipelihara sekitar tahun 1920. Ikan bawal yang
terdapat di Indonesia merupakan ikan Bawal yang dibawa dari Cina, Eropa, Taiwan
dan Jepang. Ikan bawal punten dan majalaya merupakan hasil seleksi di
Indonesia. Sampai saat ini sudah terdapat 10 jenis ikan Bawal yang dapat
diidentifikasi berdasarkan morfologinya (Asnawi, 1983).
Budidaya ikan Bawal
sudah tidak asing lagi bagi para petani, di kolam-kolam ikan dan pekarangan pun pasti terdapat ikan
Bawal, awalnya para petani memelihara ikan ini hanya sekedar memenuhi kebutuhan
rumah saja, sehingga teknik pemeliharaannya sangat sederhana, pada penebaran
benih ikan seadanya, pakan pun hanya sisa-sisa limbah dapur saja. Waktu
pemeliharaan sesampainya saja dan sudah tentu hasilnya pun tidak maksimal. Umur
pemeliharaan satu minggu. Keadaan ini membuat para petani menjadi putus asa dan
berangapan pemelihaharaan ikan Bawal sangat sulit dan tidak bisa di jadikan
penolong hidup (Asnawi, 1983).
Budidaya ikan bawal mempunyai
potensi pasar yang baik. Apabila ditangani secara serius dan terprogram maka budidaya
ini bisa diandalkan dan dijadikan usaha utama. Pada setiap jamuan resmi, menu
Ikan bawal tidak pernah ketinggalan, karena banyak peminatnya maka permintaan
pasar akan Ikan Bawal cukup tinggi, tetapi tidak didukung oleh pemenuhan dan
ketersediaan Ikan Bawal. Dari hal tersebut bisa kita lihat potensi yang begitu
besar buat para petani untuk lebih profesional dalam pemelihara ikan bawal.
Konon ikan bawal oleh
masyarakat disebut sebagai ikan raja, karena pada zaman dahulu /sekarang hanya
orang-orang berkedudukan yang dapat menikmati ikan ini. Rasanya yang lezat
ditambah kandungan gizi yang tinggi dan nonkolesterol membuat ikan Bawal banyak
digemari oleh masyarakat dipasaran (Satyani, 2002).
Oleh karena itulah,
dengan berbagai potensi ekonomi yang dimiliki oleh ikan bawal, perlu dilakukan
praktek kerja lapang tentang teknik pembesaran ikan bawal. Sehingga dengan
adanya praktek kerja lapangan ini diharapkan akan menambah pemahaman mahasiswa
tentang metode pembesaran ikan bawal.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Lapangan
Tujuan dilakukan praktek kerja
lapangan adalah untuk mendapatkan pengetahuan, pengalaman dan kentrampilan
kerja khususnya mengenai teknik Pembesaran Ikan Bawal Air Tawar dengan
memadukan pengetahuan yang diperoleh dibangku kuliah dengan kenyataan dilapangan.
1.3 Manfaat Praktek Kerja Lapangan
Maanfaat
dari praktek kerja lapangan adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
mahasiswa dilapangan serta memahami permasalahan yang timbul dalam teknik
pembesaran Ikan bawal Air Tawar sehingga di harapkan akan dapat melakukan
pembesaran Ikan air Tawar dengan baik,serta mampu mengatasi permasalahan yang
timbul dan nantinya akan menambah informasi untuk penelitian yang lebih lanjut
tentang Teknik pembesaran Ikan Bawal.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Klasifikasi dan Morfologi
ikan Bawal
Menurut Santoso, (2005) dalam ilmu
taksonomi hewan, klasifikasi ikan Bawal adalah sebagai berikut:
Filum
:Chordata
Sub
filum :Craniata
Kelas : Pisces
Sub
kelas : Neoptergii
Ordo
: Cipriniformes
Sub
ordo : Cyprionidea
Famili : Cyprinidae
Genus : Colossoma
Species : Colossoma macropomum
Bila klasfikasi ikan bawal sudah diketahui,
hal kedua yang perlu diketahui adalah morfologi. Dari arah samping tubuh bawal
tampak membulat ( oval ) dengan perbandingan antara panjang dan tinggi 2 : 1.
Bila dipotong secara vertikal, bawal memiliki bentuk tubuh pipih (compresed)
dengan perbandingan antara tinggi dan lebar tubuh 4 : 1. Bentuk tubuh seperti
ini menandakan gerakan ikan bawal tidak cepat seperti ikan lele atau grass
carp, tetapi lambat seperti ikan gurame dan tambakan. Sisiknya kecil berbentuk
ctenoid, dimana setengah bagian sisik belakang menutupi sisik bagian depan.
Warna tubuh bagian atas abu-abu gelap, sedangkan bagian bawah berwarna putih.
Pada bawal dewasa, bagian tepi sirip perut, sirip anus, dan bagian bawah sirip
ekor berwarna merah. Warna merah ini merupakan ciri khusus bawal sehingga oleh
orang Inggris dan Amerika disebut red bally pacu (Santoso, 1992).
Dibanding dengan badannya, bawal
memiliki kepala kecil dengan mulut terletak di ujung kepala, tetapi agak
sedikit ke atas. Matanya kecil dengan lingkaran berbentuk seperti cincin.
Rahangnya pendek dan kuat serta memiliki gigi seri yang tajam (Arie, 2000).
Bawal memiliki 5 buah sirip (pinnae),
yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anus, dan sirip ekor.
Sirip punggung tinggi kecil dengan sebuah jari-jari agak keras, tetapi tidak
tajam, sedangkan jari-jari lainnya lemah. Berbeda dengan sirip punggung bawal
laut yang agak panjang, letak sirip ini pada bawal air tawar agak ke belakang.
Sirip dada, sirip perut, dan sirip anus kecil dan jari-jarinya lemah. Demikian
pula dengan sirip ekor, jari-jarinya lemah, tetapi berbentuk cagak ( Arie, 2000).
2.2 Lingkungan Hidup
Ikan Bawal
Sama seperti ikan
lainnya, bawal pun menghendaki lingkungan yang baik dan sesuai untuk hidupnya.
Untuk mengetahuinya, dilakukan pengamatan di habitat aslinya. Di Brazil, bawal
banyak ditemukan di sungai Amazon dan sering juga ditemukan di sungai Orinoko,
Venezuela. Hidupnya bergerombol di daerah yang aliran sungainya deras, tetapi
ditemukan pula di daerah yang aliran sungainya tenang, terutama saat benih.
Untuk menciptakan lingkungan yang baik bagi bawal ada banyak hal yang harus
diperhatikan, terutama dalam memilih lahan usaha, di antaranya ketinggian
tempat, jenis tanah, dan air (Satyani, 2002).
Dilihat dari usulnya, bawal bukanlah
ikan asli Indonesia, tetapi berasal dari negeri
Samba, Brazil. Ikan ini dibawa ke Indonesia oleh para inportir ikan hias
dari Singapura dan Berazil. Pada tahun 1980. ke Indonesia, ikan bawal pun sudah
tersebar hampir keseluruh penjuru dunia. Di setiap negara, ikan ini mempunyai
nama yang berlainan. Ikan ini disebut ikan bawal kerena ikan ini mirip ikan
bawal yang ada di laut. Di Inggris dan Amerika menyebutnya dengan red bally
pacu. Kerena bagian sirip perutnya berwarna merah kemerahan. (Arie, 2000).
Miskipun kedudukan ikan bawal ini
belum bisa disejajarkan dengan ikan komsumsi lainnya, tetapi kehadiranya
memiliki arti tersendiri, terutama dalam memperkaya khasanah ikan budidaya di
indonesia. Bila telah populer, tak tutup kemungkinan bawal dapat mengalahkan
kedudukan ikan-ikan lainnya. (Arie, 2000).
2.3
Makanan Ikan Bawal
Setiap ikan mempunyai kebiasaan makan
yang berbeda. Ada tiga golongan ikan berdasarkan kebiasaan makan yaitu ikan
yang biasanya makan di dasar perairan, di tengah, dan di permukaan. Apabila
dilihat dari jenis makanannya, ikan digolongkan dalam tiga golongan pula, yaitu
herbivora (pemakan tumbuhan), karnivora (pemakan daging), dan omnivora (pemakan
segala). Hasil penelitian menunjukkan, bahwa bawal tergolong omnivora. Meskipun
tergolong omnivora, ternyata pada masa kecilnya (larva), bawal lebih bersifat
karnivora. Jenis hewan yang paling disukai adalah crustacea, cladocera, copepoda,
dan ostracoda (Satyani, 2002).
2.4
Kebiasaan Reproduksi Ikan bawal
Membedakan bawal jantan
dan betina pada saat masih kecil memang sulit. Beberapa tanda yang bisa dilihat
adalah bawal betina memiliki tubuh yang lebih gemuk, sedangkan bawal jantan
selain lebih langsing, warna merah pada perutnya lebih menyala. Apabila sudah
matang gonad, perut betina akan terlihat gendut dan gerakannya lamban. Adapun
bawal jantan selain agresif juga akan mengeluarkan cairan berwarna putih susu
bila dipijat ke arah anus. Seperti ikan lainnya, bawal pun biasanya memijah
pada awal dan selama musim hujan. Di Brazil dan Venezuela, kejadian itu terjadi
pada bulan Juni dan Juli. Adapun di negara-negara lainnya, bawal dapat
mengikuti musim yang ada, misalnya di Indonesia kematangan gonad bawal terjadi
pada bulan Oktober sampai April (Hasan, 2002).
Sebelum musim pemijahan
tiba, induk yang sudah matang akan mencari tempat yang cocok untuk melakukan
pemijahan. Daerah yang paling disukai adalah hulu sungai yang biasanya pada
musim kemarau kering, sedangkan pada musim hujan tergenang. Daerah yang seperti
ini memberikan rangsangan dalam memijah. Saat pemijahan berlangsung, induk
jantan akan mengejar induk betina. Induk betina kerap kali akan membalas dengan
cara menempelkan perut ke kepala induk jantan. Apabila telah sampai puncaknya,
induk betina akan mengeluarkan telur dan induk jantan akan mengeluarkan sperma.
Telur yang telah keluar akan dibuahi dalam air (di luar tubuh) (Asnawi, 1983).
2.5
Kualitas Perairan
Kualitas dalam suatu kondisi perairan
khususnya untuk kegiatan budidaya (pembesaran ikan bawal) harus diperhatikan
kerena untuk mendapatkan hasil yang baik maka kualitas perairan juga harus
baik, untuk menciptakan perairan yang dapat menghasilkan hasil yang bagus atau
yang berkualitas baik, diperlukan penanganan ataupun pengukuran terhadap
kondisi air tersebut yang nantinya diharapkan kualitas air yang ada diperairan
tersebut dapat mendukung proses kegiatan budidaya ikan (Anonimus, 2002).
Bila kualitasnya kurang baik, air
dapat menyebabkan ikan lemah, napsu makan menurun dan mudah terserang penyakit.
Oleh sebab itu, kualitas air untuk ikan bawal harus sesuai dengan yang
dibutuhkan. Parameter untuk mengetahui kualitas air meliputi sifat fisika
(warna, kekeruhan, suhu 28-30oC), sifat kimia (kandungan oksigen 5-6
ppm, karbondioksida, pH 7-8 ppt, amoniak), serta sifat biologi
(binatang-binatang yang hidup di perairan (Anonimus, 2002).
2.6 Hama dan Penyakit
2.6.1 Hama
Hama adalah organisme
yang dianggap merugikan dan tak diinginkan dalam kegiatan sehari-hari manusia.
Walaupun dapat digunakan untuk semua organisme, dalam praktik istilah ini
paling sering dipakai hanya kepada hewan. Hama yang sering ditemui ditempat budidaya Bawal adalah
berang-berang, tikus sawah dan ular sawah. (Rochdianto, 2000)
2.6.2 Penyakit
Penyakit adalah terganggunya
kesehatan ikan yang diakibatkan oleh berbagai sebab yang dapat mematikan ikan.
Secara garis besar penyakit yang menyerang ikan dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu penyakit infeksi (penyakit menular) dan non infeksi (penyakit tidak
menular).
a) Jenis Parasit
Jenis
parasit ada beberapa macam yaitu endoparasit dan ektoparasit. Yang termasuk
kedalam endoparasit antara lain adalah protozoa dan trematoda, sedangkan
ectoparasit adalah crustacean. Penyakit yang disebabkan oleh protozoa antara
lain adalah Ichtyopthirius multifiliis,
Myxobolus sp, Trichodina sp, Myxosoma sp,
Henneguya sp dan Thelohanellus sp. Penyakit yang disebabkan oleh trematoda antara
lain adalah Dactylogyrus sp, Gyrodactylus sp dan Clinostomum sp.
Penyakit yang disebabkan oleh crustacean antara lain adalah Argulus sp, Lernea cyprinaceae. Untuk memahami tentang berbagai jenis penyakit
infeksi dan bagaimana para pembudidaya melakukan tindakan pencegahan dan
pengobatan pada ikan yang terserang penyakit, maka harus dipahami terlebih
dahulu tentang morfologi dari macam-macam penyakit tersebut. Oleh karena itu
dalam penjelasan berikut akan diuraikan tentang biologi dan morfologi dari
berbagai jenis penyakit yang biasa menyerang ikan budidaya (Djarijah, 1994).
Penyakit yang pernah ditemukan pada ikan bawal air tawar
yang berumur satu bulan antara lain disebabkan oleh parasit, bakteri dan Kapang
(Jamur)
a.
Parasit
"Ich" Atau "White
spot", biasanya menyerang ikan apabila suhu media pemeliharaan dingin,
cara mengatasinya yaitu dengan menaikkan suhu (dengan water heater) sampai
kurang lebih 29 derajat Celcius dan pemberian formalin 25 ppm. Pada
media pemeliharaannya (Rochdianto, 2000).
b.
Bakteri.
Streptococus sp. dan Kurthia
sp. cara mengatasinya yaitu dengan menggunakan antibiotik tetrasiklin
dengan dosis 10 ppm (Rochdianto, 2000).
c.
Kapang (Jamur)
Jamur ini merupakan akibat dari
adanya luka yang disebabkan penanganan (Handling) yang kurang hati-hati. Cara
mengatasinya dengan menggunakan Kalium Permanganat (PK) dengan dosis 2-3
ppm. (Rochdianto, 2000).
III. METODOLOGI
3.1.
Waktu dan Tempat
Praktek kerja lapang
ini akan dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Air Tawar
(UPTD-BAT), kecamatan Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Pada
tanggal 15 Juli sampai dengan 14
Agustus 2011.
3.2
Alat dan Bahan
Alat
dan bahan yang akan digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini dapat dilihat pada
tabel 1 :
Tabel 1. Alat
dan Bahan Praktek Kerja Lapang
No
|
Alat
|
No
|
Bahan
|
1
|
Kertas Indikator pH
|
1
|
Ikan Jantan dan Betina
|
2
|
Thermometer
|
2
|
Pupuk
|
3
|
Bak Fiber
|
3
|
Pakan
|
4
|
Do Meter
|
4
|
Obat-obatan
|
5
|
Akuarium
|
5
|
|
6
|
Blower
|
6
|
|
7
|
Cangkul
|
7
|
3.3 Prosedur
Kerja
Praktek
kerja lapang ini menggunakan metode partisipasi (terlibat langsung dalam setiap
kegiatan ). Pengumpulan data di peroleh dari data primer dan data skunder. Data
primer di peroleh dari pengamatan langsung baik itu kerja lapang maupun
informasi serta wawancara dengan staf atau karyawan yang terkait di dalamnya. Sedangkan
data sekunder diperoleh dari hasil studi pustaka.
3.3.1
Metode Pengambilan Data
Metode yang dipakai dalam praktek kerja lapang ini adalah
metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode
penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan
apa adanya ( Best, 1982). Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan
tujuan utama, yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik
objek dan subjek yang diteliti secara tepat.
Dalam perkembangan
akhir-akhir ini, metode penelitian deskriptif juga banyak di lakukan oleh para
penelitian karena dua alasan. Pertama, dari pengamatan empiris didapat bahwa
sebagian besar laporan penelitian di lakukan dalam bentuk deskriptif. Kedua,
metode deskriptif sangat berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang
berkaitan dengan bidang pendidikan maupun tingkah laku manusia ( Best, 1982).
3.3.2 Teknik
Pengambilan Data
Teknik yang dipakai dalam praktek kerja lapang ini dengan
mengambil dua macam data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer
didapat dari observasi, wawancara dan partisipasi aktif, sedangkan data
sekunder didapat dari lapangan.
a. Data
Primer
Data primer merupakan data yang didapat dari sumber
informan pertama yaitu individu atau perseorangan seperti hasil wawancara yang
dilakukan oleh peneliti. Data primer ini berupa catatan hasil wawancara, hasil
observasi ke lapangan secara langsung dalam bentuk catatan tentang situasi dan
kejadian dan data-data mengenai informan (Umar, 1999).
·
Observasi
Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil
observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian
atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah
untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab
pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu
melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap
pengukuran tersebut (Bungin, 2007).
·
Wawancara
Wawancara
merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan
yang diperoleh sebelumnya. Tehnik wawancara yang digunakan dalam penelitian
kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in–depth interview)
adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang
diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana
pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama (
Bungin, 2003).
Beberapa hal yang perlu
diperhatikan seorang peneliti saat mewawancarai responden adalah intonasi
suara, kecepatan berbicara, sensitifitas pertanyaan, kontak mata, dan kepekaan
nonverbal. Dalam mencari informasi, peneliti melakukan dua jenis wawancara,
yaitu autoanamnesa (wawancara yang dilakukan dengan subjek atau responden) dan
aloanamnesa (wawancara dengan keluarga responden). Beberapa tips saat melakukan
wawancara adalah mulai dengan pertanyaan yang mudah, mulai dengan informasi
fakta, hindari pertanyaan multiple, jangan menanyakan pertanyaan pribadi
sebelum building raport, ulang kembali jawaban untuk klarifikasi, berikan kesan
positif, dan kontrol emosi negatif (Bungin, 2003).
Wawancara pada praktek kerja lapang ini meliputi sejarah berdirinya Unit
Pelaksana Teknis Daerah Balai Air Tawar (UPTD-BAT), keadaan umum, struktur organisasi.
·
Partisipasi Aktif
Partisipasi aktif merupakan
metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui
pengamatan dan pengindraan dimana observer atau peneliti benar-benar terlibat
dalam keseharian responden (Bungin, 2007).
Bentuk partisipasi aktif ini merupakan suatu kegiatan dimana kita turut
serta secara langsung dalam semua kegiatan yang berkaitan dengan pembenihan
seperti pemberian pakan, pengukuran kualitas air, perhitungan kepadatan penebaran, analisis usaha, dan lain-lain.
b. Data
Sekunder
Data Sekunder merupakan data primer yang sudah
diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pihak pengumpul data primer atau pihak
lain misalnya dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram. Data ini digunakan
untuk mendukung infomasi primer yang diperoleh baik dari dokumen, maupun dari observasi
langsung ke lapangan (Umar, 1999).
Dalam praktek kerja lapang ini data sekunder diperoleh dari laporan-laporan
pustaka yang menunjang, serta data yang diperoleh dari lembaga pemerintah,
pihak swasta yang berhubungan maupun masyarakat yang terkait dengan usaha pembesaran
ikan bawal (Colossoma macropomum).
3.4 Rencana Kerja
3.4.1 Rencana Kegiatan
Penelitian yang berjudul ”Teknik pembesaran ikan bawal (Colossoma macropomum), di
Unit Pelaksana Teknis daerah Balai Air Tawar Jantho Baru Aceh Besar”ini. terdiri dari tiga tahap yaitu
:
(1)
Tahap
persiapan praktek kerja lapang (PKL)
(2)
Tahapan
pelaksaan praktek kerja lapang (PKL)
(3)
Tahapan
pelaporan praktek kerja lapang (PKL)
Rencana kegiatan praktek kerja lapang ini dapat
dilihat pada tabel 2:
Tabel 2 Rencana Kegiatan
Praktek Kerja Lapang (PKL)
Tahun
|
2011
|
||||||||
Bulan
|
April
|
Mei
|
Juni
|
Juli
|
Agust
|
Sept
|
Okt
|
Nov
|
Des
|
Kegiatan
|
|||||||||
1 persiapan PKL
|
|||||||||
1.1 Studi Leterature
|
|||||||||
1.2 Pembuatan Proposal
|
|||||||||
1.3 Administrasi Perizinan
|
|||||||||
2 Pelaksaan PKL
|
|||||||||
3.1 Pelaporan PKL
|
|||||||||
3.1 Pengolahan dan Analisis Data
|
|||||||||
3.2 Penulisan Laporan PKL
|
|||||||||
3.3 Seminar dan Persiapannya
|
3.4.2
Anggaran Kerja
Kegiatan praktek kerja lapang (PKL)
dengan tiga tahapan yang dilakukan, membutuhkan anggaran penelitian sekitar Rp.
1.800,000,-(Satu juta delapan ratus ribu rupiah), dengan rincian terlihat pada tabel 3.
Tabel 3
Rencana Anggaran Praktek Kerja Lapang (PKL)
No
|
Kegiatan
|
Rencana Biaya(
Rp)
|
1
|
BIAYA PERSIAPAN
1.1 Pengetikan
1.2 Penjilid dan perbanyak
|
Rp.
100.000,-
Rp.
60.000,-
|
2
|
BIAYA PELAKSANAAN
2.1 Transportasi
2.2 Dokumentasi
2.3 Akomodasi selama praktek
|
Rp.
300.000,
Rp.
50.000,-
Rp. 1.000.000,-
|
3
|
BIAYA PENULISAN LAPORAN
3.1 Pengetikan
3.2 Penjilidtan dan perbanyak laporan
3.3
Seminar
|
Rp. 100.000,-
Rp. 150.000,-
Rp. 50.000,-
|
Total
|
Rp. 1.800,000,-
|
DAFTAR PUSTAKA
Amri,
Khairul, dan Khairulman. 2008. Budidaya Ikan
Bawal. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Anonimus. 2002.
Kualitas Air untuk Ikan Air Tawar.
Informasi Dunia Pertanian. Penebar swadaya. Jakarta
Arie,
U. 2000. Budidaya Ikan Bawal.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Asmawi, S. 1983.
Pemeliharaan Ikan Bawal dalam Keramba .
Cetakan pertama. Diterbitkan atas kerjasama Pemerintah DKI jakarta dan PT.
Gramedia Jakarta.
Best, 1992. Teknik Pengambilan Data. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Bowser, Paul, R. 1999. Disease Of Fish. Departemen Of
Microbiology and Immunology College Of Veterinary Medecine Cornell University Ithaca,
New York.
Bungin, 1992. Metode Pengumpulan Data. Kanisius.
Yogyakarta.
Djarijah, A.S. 1994. Pembenihan dan Pembesaran Ikan Bawal Secara
Intensif. Kanasius.Yogyakarta.87 Hal.
Hasan,1. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan
Aplikasinya. Ghalia Indonesia. Jakarta. 260 Hal.
Rochdianto,
Agus. 2000. Budidaya Ikan Bawal di Jaring
Terapung. Penebar Swadaya. Jakarta
Santoso, B. 2005. Budidaya Ikan di Bawal. Penebar Swadaya. Jakarta.
Umar, 1999. Teknik
Pengambilan Data. Kanisius. Yogyakarta.
Silahkan Tulis Komentar Anda ...