Posts Subscribe comment Comments

Teknik Pembenihan Ikan Badut

BAB I. PENDAHULUAN


1.1 Latar belakang
Amphiprion termasuk jenis ikan hias akuarium air laut yang mempunyai penggemar cukup banyak, salah satu jenis yang sangat umum dikenal dan telah berhasil ditangkarkan adalah Amphiprion ocellaris. Ada 34 jenis Amphiprion yang telah teridentifikasi, ditemukan pada perairan dangkal sampai dalam, pada dasar yang berkarang. Secara umum clown fish mempunyai corak warna dasar dengan kombinasi : merah – putih, merah – hitam dan hitam – kuning - putih. Corak warna dan variasi kombinasi warna dijadikan sebagai ciri dalam identifikasi jenis clown fish. Ikan ini hidup secara bergerombol, habitatnya di alam selalu berdampingan/bersimbiosis dengan anemon laut, dimana ikan lain
tidak mampu bertahan hidup dalam ruang anemon. Simbiosis spesifik tersebut membuat ikan hias Amphiprion ini mendapat julukan Anemon fish atau Clown fish, selain itu juga dikenal dengan nama ikan badut karena penampilan warna yang cerah serta gerakan lucu/menarik (David, B. 2007).
Permintaan Clown fish saat ini cukup tinggi, baik untuk pemenuhan pasar dalam negeri dan pengiriman ke luar negeri. Negara tujuan pemasaran seperti : Australia, Jepang, Jerman dan Prancis. Tingginya permintaan terkait dengan pemenuhan kebutuhan makanan rohani, dimana manusia tidak hanya memerlukan makanan untuk jasmani saja. Perkembangan kondisi pasar yang menggiurkan tersebut, tentu akan memacu para eksportir untuk mengeksploitasi sumber alam secara tidak terkendali. Apabila tidak segera diimbangi dengan kegiatan penangkaran, dapat menimbulkan kelangkaan populasi di alam seperti kuda laut. Saat ini di Indonesia telah dimulai adanya kegiatan penangkaran baik oleh instansi pemerintah dan juga unit usaha milik swasta. Kegiatan budidaya khususnya pembenihan akan berlangsung optimal (produksi berkesinambungan) bila terpenuhi beberapa faktor pendukung seperti : teknologi pembenihan dan pembesaran Clown fish yang mapan, pengelolaan dan penyediaan pakan dengan optimal dan penyediaan calon induk atau induk hasil tangkaran yang berkualitas baik/unggul (Dunn, D. F. 2004).
Secara umum ketersediaan induk berkualitas dari hasil budidaya untuk dimasa mendatang sangat diperlukan. Kelangsungan budidaya dan persyaratan perdagangan internasional mewajibkan indukan untuk ikan hias dan biota laut lainnya dari hasil penangkaran minimal dari G-1 (Generasi-1). Ketatnya persyaratan perdagangan lintas Negara untuk komoditas ornamental fish memaksa insan dan instansi Pemerintah (UPT dan Lembaga Peneliti Perikanan terkait) menyediakan Induk - induk unggul hasil penangkaran. Menyikapi kondisi tersebut maka, Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) – Lampung melakukan kegiatan Perekayasaan Penyedian Calon Induk dan atau Induk Unggul dari hasil Budidaya (Dunn, D. F. 2004).
Sejak tahun 2007 telah dirintis domestikasi calon induk dan pemijahan induk alam dari induk generasi-1 (G-1). Untuk mendapatkan induk unggul dilakukan seleksi dimulai dari benih dengan beberapa kriteria yaitu : Larva yang dipilih adalah dari induk yang sempurna, tingkat kelangsungan hidup larva yang tinggi dan tingkat kecacatan terendah. Menurut Tave, 1995 dalam, salah satu metoda untuk mengeksploitasi faktor genetic (Genotype) yang menguntungkan adalah selektif breeding, yaitu dengan mengembangbiakkan suatu populasi dengan cara menyeleksi dan mengawinkan ikan-ikan yang terbaik dengan harapan dapat memproduksi benih yang menampakkan sifat-sifat unggul dibandingkan induknya. Selektif breeding dapat dilakukan dengan seleksi individu, seleksi famili dan seleksi didalam famili, akan tetapi seleksi individu lebih praktis, murah dan lebih sederhana. Keberhasilan teknologi pemeliharaan larva dan benih di BBPBL – Lampung diharapkan dapat mendukung tujuan dan sasaran kegiatan Penyediaan induk Amphiprion ocellaris yang berkualitas dan unggul (Fautin, D.G. et.,al. 2005).
Salah satu komoditas unggulan ikan hias air laut adalah ikan badut (Amphiprion ocellaris)  yang hidup di perairan terumbu karang dan habitat aslinya ikan ini bersimbiosis dengan anemon.  Ikan badut merupakan salah satu jenis produk ikan hias air laut yang paling banyak diminati terutama di pasar luar negeri karena bentuknya yang eksotis dan unik. Peningkatan penjualan ikan ini terbesar terjadi pada tahun 2004 sebesar 18,5 %, hal ini dikarenakan beredarnya film kartun Finding Nemo yang bintang utamanya ikan badut. Para eksportir ikan hias biasanya membeli ikan badut dari para nelayan sehingga penyediaannya masih bergantung pada penangkapan.Kegiatan penangkapan ikan hias di daerah karang biasanya menggunakan bahan kimia potassium. Bahan tersebut dapat berdampak buruk bagi biota lainnya dan apabila terakumulasi maka akan merusak ekosistem terumbu karang di perairan tersebut (Fautin, D.G. et.,al. 2005).
Kegiatan budidaya merupakan solusi dalam mengurangi kegiatan penangkapan di alam. Ikan badut telah berhasil dibudidayakan sejak tahun 2007 oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. Teknologi rekayasa ikan ini diharapkan dapat terus berkembang sehingga dapat menjadikan ikan badut sebagai salah satu komoditas budidaya unggulan bagi negara Indonesia di masa yang akan dating (Suci, A. 2007).
Oleh sebab itu penulis sangat tertarik untuk melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) mengenai teknik pembenihan ikan Clown fish. Karena Ikan Clown fish memiliki peluang yang sangat besar baik dipasar nasional maupun internasional, Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Busung Kabupaten Siemuelue salah satunya yang mengembangkan pembenihan ikan Clown fish di Propinsi Aceh.

1.1    Tujuan PKL
Tujuan dari Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah untuk memperdalam ilmu pengetahuan, pengalaman dan keterampilan kerja khususnya mengenai teknik pembenihan ikan Clown fish (Amphiprion ocellaris dengan perbandingan pengetahuan yang diperoleh dari bangku kuliah dan dipraktek langsung di lapangan.

1.2    Manfaat PKL
Manfaat dari Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan gambaran secara langsung mengenai pembenihan ikan Clown fish (Amphiprion ocellaris) di Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Busung Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh.



BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Taksonomi
Clown fish (Amphiprion ocellaris) lebih banyak dikenal masyarakat dengan sebutan ikan badut. Clown fish sebenarnya terdiri dari 29 jenis, 28 jenis dari genus amphiprion, sedangkan satu jenis merupakan spsies dari genus promnas yang mempunyai ciri khusus duri preoperkualitas yang dijumpai dibawa matanya. Secara umum ikan Clown fish berukuran kecil, maksimal dapat mencapai ukuran 10 – 15 cm. Berwarna cerah, tubuh lebar (tinggi) dan dilengkapi dengan mulut yang kecil (Fautin, D.G. et.,al. 2007).

2.2 Morfologi
Clown fish (Amphiprion ocellaris) memiliki ciri warna tubuh hitam, merah, oranye cerah, ukuran mungil, gerakan lincah dan termasuk ikan jinak. Ada 3 garis putih pada bagian kepala, tengah-tengah badan dan pangkal ekor. Garisputi dibagian badan mempunyai corak yang berbeda dengan dua garis puti lainnya, sisi luar garis putih dihiasi siluet hitam, sisik relatif besar dengan sirip dorsal yang unik. Pola warna pada ikan ini sering dijadikan dasar pada proses identifikasi, disamping bentuk gigi, kepala dan bentuk tubuh. Ciri khas yangpaling menarik dar ikan clown fish adalh badannya yang dihiasi warna-warna cemerlangsesuai dengan tempat hidupnya, yaitu cabang-cabang karang yaitu anemon laut. Kapsul-kapsul beracun pada cabang-cabang anemone laut akan membuat ikan yang menyentunga aka terluka atau mati. Namun Clown fish tidak perna terluka  oleh anemon laut, bahkan Clown fish bersembunyi di balik cabang-cabang tersebut (Fautin, D.G. et.,al. 2007).
Secara umum  ikan Clwn fish (Amphiprion ocellarisdikenel sebagai ikan badut berukuran kecil.  Maksimal mereka dapat mencapai ukuran 10 – 15 cm.  Berwarna cerah, tubuh lebar (tinggi), dan dilengkapi dengan mulut yang kecil. Sisiknya relatif besar dengan sirip dorsal yang unik.  Pola warna pada ikan ini sering dijadikan dasar dalam proses identifikasi mereka , disamping bentuk gigi, kepala dan bentuk tubuh. Variasi warna  dapat terjadi pada spesies yang sama; khususnya berkenaan dengan lokasi sebarannya.  Sebagai contoh A clarkii  merupakan spesies yang mempunyai penyebaran paling luas, sehingga spesies ini mempunyai variasi warna yang paling banyak  (tergantung pada tempat ditemukan) dibandingkan dengan spesies ikan badut lainnya (Mebs, D. 2009).
Clown fish dapat bertahan beberapa saat terhadap sengatan tentakal sebelum lumpuh dengan cara menggosok-gosokkan badannya secara cepat pada tentakel ikan clown fis dapat melumuri seluruh tubuhnya dengan lendir  anti sengat tentakel. Dalam waktu satu jam seekor ikan clown fish akan bisa menyelimuti seluruh tubuhnya dengan lendir anti sengat tersebut. Ikan clown fish akan segera kehilangan kekebalannya bila dipisahkan dengan anemon selama beberapa jam. Untuk menjadi kebal kembali perlu beradaptasi dan memerlukan waktu seperti disebutka diatas. Setiap jenis ikan clown fish memiliki kriteria dalam memilih anemon (Mebs, D. 2009).
Tentakel anemon dilapisi oleh lendir yang memiliki kandungan tertentu untuk melindunginya dari sengatan tentakel yang lain atau tersengat oleh tentakel sendiri. Lendir inilah yang dimanfaatkan oleh ikan clown fish untuk melindungi badannya dari sengatan tentakel anemon. Simbiosis mutu alisme antara ikan clown fish (Amphiprion ocellaris) dengan tanaman laut dari golongan radianthus, karena hanya ikan darai genus amphiprion yang mampu hidup bersama dan saling menguntungkan sehingga disebut ikan anemonfish (Mebs, D. 2009).

2.3 Klasifikasi Ikan Clown Fish
Menurut  (Randall, J. E. et.,al. 2006), ikan Clown fish dapat di klasifikasikan sebagai berikut : kingdom Animalia, Filum Chordata, Kelas Actinopterygii, Ordo Perciformes, Famili  Pomacentridae, Genus phiprion, Spesies Amphiprion ocellaris.

2.4 Sistem Reproduksi
Berbeda dengan ikan lainya, perilaku kawin ikan clown fish menunjukan sifat kebaikan. Apabila ikan lain, diperlukan beberapa betina untuk satu jantan, pada ikan Clwon fish justru satu betina memiliki beberapa jantan. Ikan Clown fish diketahui bisa beruba kelamin. Selain itu merupakan memiliki heararki sosial yang ketat. Dalam satu koloni ikan clown fish yang hidup dalam anemon, biasanya terdiri dari satu betina dewasa yang dominan dan beberapa jantan yang berukuran lebih kecil, serta beberapa ikan Clown fish muda. Ikan-ikan muda ini semua berkelamin jantn (Wabnitz, C. et.,al. 2003).
Apabila betina mati atau kehilangan, jantan dewasa secara biologi akan mengganti kelamin menjadi betina. Perubahan kelamin akan berlangsung selama dua minggu atau lebih. Kemudian jantan terbesar dan tertua yang ada dikoloni tersebut akan menjadi pasangannya. Strategi demikian diketahui mampu mempertahankan kelanjutan keberadaan spesies ikan Clown fish tersebut. Dalam hal ini jantan yang ditinggal mati betinanya tidak perlu mencari betina lain jauh-jauh. Seperti diketahui, di dalam, ikan Clown fish tidak bisa meninggalkan anemonnya lebih dari beberapa meter hanya untuk mencari betina lain (Kayu, E. M. 2004).
Ikan Clown fish dapat menghasilkan telur 300 – 700 butir. Telur tersebut ditekan pada batu-batu dibawah mantel anemon. Telur tersebut akan dijaga oleh Clown fish jantan hingga menetas. Telur pada umumnya akan menetas setelah enam atau tujuh hari. Burayak / anak ikan yang masih kecil selanjutnya akan menjadi plantkon dan terbawa arus laut. Setela 15 hari terapung-apung, makan dan tumbuh, burayak akan berkembang menjadi Clown fish muda dan siap-siap mencari anemon sebagai rumahnya (Zieman, D. A. 2003).

2.5 Habitat dan Penyebaran
Ikan Clown fish diketahui mempunyai daerah penyebaran relatif luas, terutama sekitar indo pasifik. Di dalam, kehadiran ikan Clown fish pada anemon dapat melindunginya dari agresifitas beberapa jenis ikan seperti ikan kupu-kupu (angle/scorpion). Variasi warna dapat terjadi pada spesies yang sama khususnya yang berhubungan lokasi hidupnya (Ziemann, D. A. 2003).
Jenis ikan Clown fish menemukan rumahnya kembali setelah tersesat dilautan lepas selama berhari-hari. Hal ini terlihat dari perlakuan anak-anak iakan Clown fish yang dapat kembali ke kawasan karang tempat para induknya tinggal. Habitat ikan Clown fish yang di amatai gabungan ilmuan dari Australia, Amerika dan Perancis hanya selebar 300 meter di sebuah taman laut alami di Papua Nugini. Namun anak-anak ikan dapat mengenali rumah induknya meski sempat tersapu kelautan lepas. Dalam penelitian tersebut, para ilmuan melakukan mutasi buatan dengan menyuntikan isotip barium yang tidak berbahaya kepada ikan-ikan betina. Isotop yang akan diwarisi keturunannya sejak dalam telur hingga dewasa akan menjadi penanda (lebel) yang dapat dilacak. Sekitar 300 ikan Clown fish betina dilacak perjalanannya sejak dilepaskan ke perairan  terbuka (Wabnitz, C. et.,al. 2003).
Menurut Wabnitz, C. et.,al. (2003), juga mengatakan saat ikan Clown fish  tersapu ke perairan terbuka  diperlihatkan kemampuan yang luar biasa seperti berenang dengan cekatan, mencium, melihat dengan baik dan menggunakan semua inderanya. Menurutnya, ikan-ikan tersebut mungkin dapat mengenali jejak kimia tertentu yang dihasilkan saat mereka lahir. Berapa jauh perjalanan yang harus ditempuh bay ikan Clown fish ke rumahnya belum dihitung dengan pasti. Tapai, rata-rata menghabiskan waktu 11 hari untuk berenang  kembali ke karangnya. Para peneliti juga belum mengetahui bagaimana ikan-ikan mengenali rumahnya.


BAB III. METODE KERJA


3.1     Waktu dan Tempat
Praktek kerja lapang ini dilaksanakan di Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) D Busung Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh Pada Tanggal 12 Januari s/d 12 Februari 2012

3.2    Alat dan Bahan
          Adapun alat dan bahan yang di gunakan pada praktek kerja lapang ini adalah sebagai Berikut :
3.2.1   Alat.
Ø  Instrumen kualitas air ; DO meter, salinometer, pH meter, dll
Ø  Bak atau keramba, dll
3.2.2  Bahan
Ø  Induk ikan Clown fish
Ø  Pakan
Ø  Air laut
Ø  Kaporit

3.3         Prosedur Kerja
Persiapan kolam atau bak pemijahan
Seleksi induk jantan dan betina
Pendederan dan pemeliharaan larva
pemijahan
Pasca panen benih


3.4    Rencana Kerja
3.4.1   Rencana Kegiatan
Praktek kerja lapang yang berjudul “ Teknik Pembenihan Ikan Clown fish (Amphiprion ocellaris) di Balai Benih Ikan Panatai (BBIP) DBusung Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh ini, terdiri dari tiga tahap yaitu:
a.    Tahapan persiapan Praktek Kerja Lapang (PKL)
b.    Tahapan pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL)
c.    Tahapan pelaporan Praktek Kerja Lapang(PKL)

Tabel 1. Rencana Kegiatan Prektek Kerja Lapang (PKL)
No
Kegiatan
Waktu
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
1
Proposal PKL






2
Pelaksanaan






3
Konsultasi/ Revisi Hasil






4
Seminar Hasil PKL






5
Penjilitan/ Distribusi Laporan








3.4.2   Anggaran kerja
Praktek kerja Lapang (PKL) dengan tiga tahapan yang dilakukan, membutuhkan anggaran praktek kerja lapang sekitar Rp: 2.820.000 (dua juta delapan ratus dua puluh ribu rupiah) dengan rincian terlihat pada tabel di bawa ini.
Tabel 2. Anggaran biaya praktek kerja lapang (PKL)
No
Kegiatan
Volume
Harga (@) Rp
Total Rp
1.
Persiapan PKL
1.1  Studi Linteratur
1.2  Pembuatan Proposal
1.3  Administrasi dan Perizinzn

2 buah
1
-

35.000
250.000
200.000

70.000
200.000
200.000
2.
Pelaksanan PKL
2.1 Tranportasi (Meulaboh - Simeulue PP)
2.2 Dokumentasi
2.3 Fotokopi dokumen
2.4 Komunikasi
2.5 Konsumsi


2 kali
-
-
-
30 hari


200.00
50.000
150.000
50.000
30.000


400.000
50.000
150.000
50.000
900.000
3.
Pelaporan PKL
3.1 Studi pustaka dan pengolahan data
3.2 Pengetikan dan pengeprinan
3.3 Perbanyakkan dan penjilitan
2.4 Biaya seminar


-
-
-
-


200.000
200.000
200.000
200.000


200.000
200.000
200.000
200.000

Total


Rp 2.820.000




DAFTAR PUSTAKA


David, B. 2007, Pemuliaan Clownfish, Dari http://enwikipedia org / wiki / Pembibitan Clownfish.  Di akses tanggal 25 Januari 2012.
Dunn, D. F. 2004. Para clownfish anemon laut: Stichodactylidae (Coelenterata: Actiniaria) dan anemon laut lainnya simbiosis dengan ikan pomacentrid. Transaksi dari American Philosophical Society, 71:115.
Fautin, D.G. et.,al. 2005. Panduan lapangan untuk anemonefishes dan host mereka anemon laut. Australia, Australia Barat Museum.
Fautin, D.G. et.,al. 2007 Anemon ikan dan anemon laut tuan mereka: panduan untuk aquarists dan penyelam. Museum Australia Barat.
Mebs, D. 2009. Kimia biologi hubungan mutualistik anemon laut dengan ikan dan udang-udangan, Toxicon, DOI: 10,1016 / j.toxicon. 2009.02.027
Nybakken, J. W. dan M. Bertness D.. 2004. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis.
Randall, J. E. et.,al. 2006. Selain anemonefishes yang mengasosiasikan dengan ikan anemon laut. Terumbu Karang, 21:188-190
Wabnitz, C. et.,al. 2003. Dari Samudera ke Aquarium. Cambridge, Inggris, UNEP-WCMC: 64.
Suci, A. 2007. Pematangan Gonad murah Pemijahan Induk Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) F-1 Hasil Seleksi Dalam, Rangka Produksi Induk Unggul, DKP, Ditjenkan, BBPBL-Lampung.
Kayu, E. M. 2004. Koleksi ikan terumbu karang untuk akuarium: perdagangan global, isu-isu konservasi dan strategi manajemen. Konservasi Laut Masyarakat, Inggris. 80pp.
Ziemann, D. A. 2003. Potensi untuk pemulihan populasi ikan hias laut melalui siaran pembenihan. Aquarium Ilmu dan Konservasi, 3:107-117.